Share |





Strategi Menarik Perhatian

Iklan yang efektif membuka kemungkinan besar terjadinya pembelian. Sangat penting bagi kita untuk memerhatikan bentuk stimulus yang akan dirancang, dengan melakukan telaah dan pemilihan bentuk-bentuk advertising, seperti transformasional, ekpresif, fungsi, reflektivitas, disasosiasi, atau asosiasi. Iklan harus dapat menciptakan emosi positif. Efek yang diinginkan dari penciptaan emosi positif ini bertujuan untuk mencapai ad. Likeability. Iklan tranformasional biasanya dapat memengaruhi emosi dan perasaan konsumen secara efektif, dengan menunjukkan pengalaman menggunakan produk berdasarkan emosi. Iklan seperti ini dapat dilihat pada iklan Molto; di mana ditampilkan tokoh iklan bayi yang tertidur dengan tenangnya di atas selembar kain yang lembut berkat Molto, atau iklan sabun mandi Lux yang menggambarkan atau mengasosiasikan bahwa mandi dengan Lux itu bagaikan mandi di kolom susu.

Iklan dengan nilai ekpresif dicontohkan oleh iklan rokok A Mild, yang menggunakan kata-kata. Demikian pula iklan yang menggunakan brand disassociation, yaitu memberikan penempatan yang tidak biasa atau tidak terpikirkan sebelumnya (extraderm) seperti pada iklan sampoerna hijau tentang orang-orang yang sedang bermain catur di langit, atau iklan Nokia tentang seorang polisi yang akan menilang sebuah mobil tetapi mobil yang akan ditilang itu bergerak maju-mundur sendiri padahal pemiliknya sedang bercukur.

Bahasa dalam periklanan atau pesan dalam periklanan harus dapat menjawab pertanyaan: apa? Untuk apa? Caranya? Hasilnya? Atau dampaknya? Iklan yang baik adalah iklan yang singkat, jelas, mudah dipahami, serta mengandung pengulangan kata jika dibutuhkan. Dalam pesan verbal ini dapat digunakan teknik:

  • Iklan yang diambil dari bahasa pergaulan atau bahasa sehari-hari seperti, "Emang gue pikirin!" atau diambil dari jargon seperti, "Ringan sama dijinjing, kalo berat elo yang pikul".
  • Iklan yang menggunakan dialek daerah seperti, "Wes-ewes-ewes bablas angine".
  • Iklan dengan pengabaian tanda baca dan ejaan justru menimbulkan istilah baru dalam bahasa pergaulan, seperti, "Gue bangeut Gitu Loh".

Disadari bahwa dalam penyampaian pesan sebaiknya dihindari penggunaan bahasa yang kurang dipahami oleh segmentasi yang dituju. Ini ditujukan untuk menghindari kekaburan pesan dan kemungkinan terjadinya salah tafsir atau persepsi dari khalayak terhadap pesan yang ingin disampaikan. Untuk produk yang ditujukan pada segmentasi yang beragam perlu memerhatikan hal itu secara hati-hati.

Intensitas sebuah iklan atau promosi ditentukan oleh kemampuan iklan dalam menggaet respons konsumen, efek visual yang kuat, kejelasan isi pesan, kejelasan isi gambar, emosi, dan kredibilitas produk atau produsen. Asumsi stimulus iklan yang memungkinkan iklan memiliki daya tarik lebih besar dipengaruhi oleh: Ukuran visual, Tokoh iklan (artis, model, atau tokoh), kecepatan khalayak menyimpan data di otak (tidak terlalu banyak stimulus penting yang harus diingat), durasi standar dari penyajian iklan televisi berkisar 15 – 30 detik.

Adaptasi khalayak pada sebuah iklan berkaitan dengan faktor-faktor intensitas yang ditentukan oleh suara dan gambar. Suara yang lemas dan gambar yang kabur cenderung dianggap biasa (habituate) karena dampak sensasinya kurang. Iklan yang ditayangkan terlalu lama dianggap biasa karena butuh perhatian ekstra. Stimulus yang rendah cenderung dianggap biasa karena tidak perlu perhatian khusus untuk diketahui. Semakin sering iklan ditayangkan dalam periode waktu yang sama (dalam satu acara), iklan itu akan terasa biasa karena skenario telah dihafal. Dengan memerhatikan semua itu dalam penentuan strategi pesan, maka hal-hal visual dan frekuensi penayangan perlu ditelaah secara cermat oleh pembuat dan pemasang iklan.

Labels: