Share |





Suka Baca Koran Pasti Dapat Ide

Oleh: Gola Gong - Sumber Rumah Dunia.Net - Kegiatan yang sampai sekarang tidak pernah aku tinggalkan adalah membaca koran. Ketika bujangan, sebelum berangkat kerja sambil sarapan nasi uduk di teras kamar kos, setiap pagi aku biasa membacai sekitar 4 atau 5 koran sekaligus. Berita-berita kriminal dan feature human interest aku baca.. Jika Minggu pagi, seluruh koran nasional aku lahap. Terutama halaman budayanya. Halaman pariwisatanya aku kliping. Bahkan tabloid gosip, aku beli juga. Kisah hidup para selebritis jadi menu pelengkapku.

Budaya Nonton Tv
Berlangganan koran memang belum menjadi kebiasaan atau budaya di negeri ini. Di komplek tempat tinggalku, aku mengukurnya dari kesibukan si loper koran. Dia tidak mendatangi setiap rumah setelah mengantarkan koran kepadaku. Di para tetanggaku, budaya tonton memang lebih diandalkan. Orang-orang merasa sudah cukup dengan menerima informasi dari televisi. Tidak perah aku melihat di hari-hari luang, para tetanggaku duduk di teras, membaca koran atau majalah sambil menyeruput teh panas atau kopi. Mereka terlalu sibuk bekerja di siang hari dan menonton di malam hari. Kegiatan untuk menambah wawasan atau keintelektualan mereka dengan kegiatan membaca koran dan majalah hampir tidak ada. Seharusnya dalam sehari disediakan waktu sekitar 1 atau 2 jam untuk membaca.

Aku ingat suatu pagi di teras kamar kosku. Bapak kosku melintas. Dia kaget ketika melihatku membacai banyak koran. "Bujubene! Lu beli koran banyak banget. Kalo buat beli beras, berapa kilo, tuh!" Aku jawab, setelah membaca seluruh koran ini, aku bisa membuat sebuah cerpen atau novel. Nanti honornya bisa aku belikan tidak hanya sekedar beberapa kilo beras, tapi juga lauk-pauknya, minyak tanahnya, kompornya, atau bahkan sekaligus sawahnya. Bapak kosku hanya tertawa. Entah, dia mengerti atau malah bingung.

Letikan Ide
Bagiku, pekerjaan membaca koran bukanlah sekedar membaca saja. Itu adalah rangsangan bagi otak kananku. Seperti letikan ide. Dengan membaca koran, aku selalu merasa sedang meletikan api, sehingga ide di kepalaku menyala terus. Itu harus aku jaga, agar tidak padam. Sekarang setelah berkeluarga, aku langganan 1 koran lokal dan 2 koran nasional. Sedangkan di hari Minggu bertambah jadi 5 koran nsional. Terdengar seperti pemborosan. Kadang istriku di akhir bulan suka "mengeluh" ketika membaca tagihan koran. Aku menenangkannya dengan gurauan, "Nanti juga ketutup dengan honor tulisan."

Saat membaca, imajinasiku selalu bermain. Novel trilogi "Pada-Mu Aku Bersimpuh" (Dar! Mizan) adalah hasil dari kegiatan membacaku. Saat itu aku membaca sebuah tulisan di tabloid, tentang pejabat negara yang berselingkuh dengan seorang wanita selebritis. Usai membaca api ide di kepalaku menyala terang, membakar seluruh tubuhku. Juga novel dwilogi "Kupu-kupu Pelangi" (Dar! Mizan, 200). Saat itu hampir di setiap koran dimuat berita tentang para ibu yang membuang bayi di got, di tong sampah, di terminal, di stasiun, di bawah jok kursi, dan di pasar. Astahgfirulahaladzim! Para wanita itu ada yang mengaku, bahwa bayi itu hasil hubungan paksa (diperkosa) oleh si majikan dan anak majikan. Ada juga hasil hubungan dengan pacar, buah cinta mereka.

Labels: