Jakarta, Kompas – Gencarnya pemberitaan di televisi dan kuatnya penetrasi internet di Indonesia tak akan mematikan Koran atau media cetak lainnya. Di daerah, Koran berkembang pesat, jauh lebih banyak dibandingkan dengan Koran yang tutup- karena masalah internal. Peluang iklan di media cetak tetap tumbuh dan persentasenya cenderung meningkat.
Demikian benang merah Seminar Media Industry Outlook 2010 yang di gelar Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), rabu (20/1) di Jakarta. Narasumber yang tampil dari Media Trac, Andy Sjarif, Direktur Radar Lampung. Ardiansyah, Managing Director Pikiran Rakyat Bandung januar P Ruswita, Pemimpin Umum Tabloid Pulsa Legiman Misdiyono, Business Development Manager Nielsen Media Research Maika randini, General Manager Promosi PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia, dan Vice President Public and Marketing Communications PT Telkom Indonesia Tbk Eddy Kurnia.
Ardiansyah mengatakan 10 tahun terakhir media ceatk yang terbit jauh lebih banyak dari media yang mati. Sebagai gambaran, di lampung awalnya ada 4 Koran harian, sekarang ada 11 koran harian. Di Bengkulu sekarang ada 7 koran harian dan di Jambi ada 12 koran harian.
" kalaupun ada Koran yang mati, itu karena persoalan internal. Bukan karena kalah bersaing dari media online atau kuatnya penetrasi internet dan gencarnya gempuran televisi," katanya.
Seminar SPS sebelumnya membuktikan, media cetak dan Koran tetap eksis karena memiliki karakter yang unik. Hal ini karena media cetak mampu menjaga nilai – nilai demokrasi, memiliki kedalaman informasi yang sulit ditemui pada media massa lainnya, dan dikelola secara professional.
Survey SPS bekerja sama dengan LP3ES di 15 kota menunjukan bahwa peluang dan potensi media cetak tetap terbuka lebar. Itu terlihat dari waktu rata – rata membaca Koran orang di Indonesia per hari berkisar 34 menit. Hal ini juga di mungkinkan dari belanja iklan pada tahun 2009 sebesar Rp. 36 triliun ( Januari – September ) media cetak mendapat pangsa pasar Rp 13,85 triliun atau setara dengan 39 persen, sementara televisi 61 persen.
Fenomena luar negeri yang diungkap Andy Sjarif menyebutkan, salah satu penyebab bangkrutnya Koran – Koran di Amerika Serikat bukan karena internet, melainkan kemampuan Google mendatangkan revenue dari iklan melalui sistemnya di internet.
" Google.com di Amerika sekarang mendominasi secara web traffic dan secara revenues/sales. Di Indonesia, sudah mendominasi secara web traffic karena 34,42 persen web traffic dari top 100 situs di Indonesia sudah di miliki oleh Google dan afiliasi mereka. Secara iklan, Google di Indonesia sudah mulai beraktivitas, tapi belum mendominasi," ungkap Andy Sjarif. (NAL)
Sumber: Koran Kompas(Pendidikan & kebudayaan)
Labels: