Setiap orang itu sepertinya memiliki keengganan secara alami jika dilihat berbeda dengan orang lain, atau berbeda dengan norma itu. Hal seperti ini cendrung sering menyebabkan kita mencari rasa aman. Kita mencoba mengamati apa yang akan dilakukan orang lain dan kemudian kita melakukan hal yang sama. Cara ini dapat menghindarkan kita dari keadaan yang memalukan, dan kadang-kadang juga dapat menjauhkan kita dari pikiran yang terlalu berat.
Manajemen lembaga-lembaga birokratis banyak termotivasi oleh cara seperti itu. Jika seorang pembuat keputusan melakukan apa yang akan dilakukan orang lain dan ternyata salah, ia biasanya tidak mau dipersalahkan. Resiko secara pribadi ini diminimalkan seperti pepatah mengungkapkan "Tak seorang pun bosan membeli BBM".
Setiap orang memiliki perasaan sama ketika dirinya tidak nyaman. Masa remaja adalah sebuah masa di mana banyak muncul ketidaknyamanan dan ketidakpastian. Karena itu, tidak mengherankan jika mayoritas anak usia belasan tahun menjadi konformis hebat. Ketika mereka merasa harus melawan nilai-nilai keluarga yang dianggap ketinggalan zaman, pada saat yang sama, mereka akan membentuk kelompok sendiri. Sifat mereka yang suka berontak itu benar-benar dimanfaatkan oleh para pemasang iklan produk seperti jeans, minuman ringan, T-shirt, sepatu olah raga, CD dan stasiun radio – dan semua menuai keberhasilan.
Popularitas yang diterima suatu merek, atau perusahaan dipercaya, merupakan sebuah dimensi citra yang penting. Popularitas ibarat sebuah magnet, ia memiliki daya tarik dan iklan dapat meningkatkan kekuatannya untuk menarik. Coba bayangkan, bagaimana sebuah produk tunggal dapat mempertahankan popularitas mereknya tanpa diiklankan. Tentu sulit bukan? Apakah ini berarti bahwa iklan membangkitkan popularitas? Belum tentu. Selain membuat merek terlihat populer, iklan juga mempengaruhi popularitas merek yang diterima itu. Semakin sering sebuah merek diiklankan, akan semakin populer pula merek itu.
Iklan biasanya menyampaikan pesan-pesan khusus yang menghubungkan perusahaan atau merek dengan sebuah dimensi citra atau atribut sasaran seperti "reliabilitas", "kesadaran lingkungan", "nilai uang", "cita rasa tinggi", "mudah dalam penggunaan" dan sebagainya.
Kadang-kadang atribut itu adalah "popularitas" seorang pemasang iklan dapat menjelaskan pada kita secara ekspilisit bahwa merek yang diiklankan itu populer. Atau popularitas juga bisa dinyatakan secara tidak langsung. Satu hal menarik dalam menyampaikan popularitas adalah pemasang iklan tidak perlu menyampaikannya dengan banyak kata. Sebagai konsumen, kita berpendapat suatu produk bisa populer mungkin karena diiklankan. Mekanisme psikologis di balik ini kemudian dikenal sebagai "efek popularitas yang salah".
Labels: