Hal itu tersebut dalam draft pembahasan Komisi Hukum Muktamar ke-32 NU di Makassar, sebagaimana yang diperoleh Media Indonesia, Kamis (25/3).
Bahkan, NU menilai perlu dibuat undang-undang terpisah mengenai pemilu kepala daerah agar persaingan dalam proses pilkada lebih sehat dan mencegah politik uang.
Untuk pemilihan gubernur, menurut draf itu, cukup dipilih Presiden berdasar nama-nama yang diajukan oleh daerah melalui mekanisme DPRD. Penyederhanaan ini diperlukan, mengingat posisinya yang merupakan wakil pemerintah pusat.
Komisi ini juga menilai pemekaran wilayah harus dihentikan. karena yang terjadi justru tidak sejalan dengan demokratisasi.
Saat ini, Komisi Hukum tengah membahas Undang-Undang nomor 2/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Dalam usulan rekomendasi disebutkan, pendidikan seharusnya dijauhkan dari aspek komersialisasi dan kapitalisasi dengan membawa para pelaku penyelenggara pendidikan sebagai pelaku pasar.
"Karena itu BHP membahayakan kelangsungan hidup bangsa terutama dalam menjaga khazanah budaya, khazanah intelektual dan khazanah IptEK yang memiliki nilai strategis," ujar Ketua Tim Materi Ridwan Lubis saat membacakan draft rekomendasi. Karena itu, UU BHP dan UU Sisdiknas perlu direvisi, "agar semua mudharat tidak akan terjadi,"
Mayoritas muktamirin yang mengikuti sidang menyetujui usulan rekomendasi tersebut. Salah satunya Muhaimin wakil dari PCNU kota Banjar Jawa Barat. "Kami mendukung draft rekomendasi tersebut, karena dengan undang-undang itu memungkinkan masuknya pendidikan dari asing. Bahkan NU perlu sharing pendapat dengan Mendiknas," tegasnya.
Hingga saat ini pembahasan oleh muktamirin (peserta Muktamar) masih berlangsung dan belum menelurkan rekomendasi. (NJ/OL-7)
Sumber Berita www.mediaindonesia.com
Labels: Iklan Baris, Iklan Baris Koran Via SMS, Kompas, Media Indonesia, Pos Kota